LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Sindrom
Conn, yang juga dikenal sebagai aldosteronisme primer, adalah kondisi medis
yang ditandai dengan produksi berlebihan aldosteron oleh kelenjar adrenal.
Kelenjar adrenal adalah sepasang kelenjar yang terletak pada puncak ginjal. Aldosteron
adalah hormon yang mengatur volume darah di dalam tubuh dengan merangsang
ginjal untuk menahan natrium dan mengeskresikan kalium sehingga air akan
diserap kembali oleh ginjal kembali ke dalam tubuh. Oleh karena ini juga,
aldosteron juga mengatur jumlah natrium dan kalium di dalam darah. Pada
penderita sindrom Conn, aldosteron yang berlebihan di dalam tubuh menyebabkan
natrium tertahan dan terlalu banyak kalium yang keluar melalui urin. Maka dari
itu, terjadi peningkatan cairan tubuh yang lebih dari normal, peningkatan
volume darah, yang juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Penanganan dini
diperlukan karena penderita sindrom Conn memiliki risiko tinggi untuk
terjadinya kondisi yang mengancam jiwa, seperti penyakit kardiovaskuler, stroke
dan gagal ginjal.
B. Etiologi
Sindrom
Cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan,
kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hyperplasia korteks anal ginjal berupa
adenoma maupun carcinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom
Cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang
mengeluarkan ACTH. Syndrome Cushing yang disebabkan tumor hipofisis disebut
penyakit Cushing. (buku ajar ilmu bedah, R. Syamsuhidayat, hal 945).
Sindrom Cushing dapat
diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik
(latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan aksis
hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing spontan, hiperfungsi
korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh ACTH atau sebab
patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1091)
C. Patofisiologi
Telah
dibahas diatas bahwa penyebab sindrom cishing adalah peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Untuk lebih
memahami manifestasi klinik sindrom chusing, kita perlu membahas akibat-akibat
metabolik dari kelebihan glikokorikoid.Korteks adrenal mensintesis dan
mensekresi empat jenis hormon:
a. Glukokortikoid.
Glukokortikoid fisiologis yang disekresi oleh adrenal manusia adalah kortisol.
b. Mineralokortikoid. Mineralokortikoid yang
fisiologis yang diproduksi adalah aldosteron.
c. Androgen.
d. Estrogen
Kelebihan
glukokortikoid dapat menyebabkan keadan-keadaan seperti dibawah ini:
Ø Metabolisme
protein dan karbohidrat.
Glukokortikoid
mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein, menyebabkan menurunnya
kemampuan sel-sel pembentk protein untuk mensistesis protein, sebagai akibatnya
terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah,
dan tulang.
Secara klinis dapat
ditemukan:
a. Kulit
mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat.
b. Ruptura
serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae).
c. Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
d. Penipisan
dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong vaskule menyebabkan
mudah tibul luka memar.
e. Matriks
protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat
dengan mudah terjadi fraktur patologis.
f. Metabolisme
karbohidrat dipengaruhi dengan meransang
glukoneogenesis dan menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai
akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.
g. Pada
seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari
glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk
meningkatkan toleransi glukosa.
Sebaliknya
penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk
mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
a. Distribusi
jaringan adiposa.Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral
tubuh.
b. Obesitas
c. Wajah
bulan (moon face)
d. Memadatnya
fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison).
e. Obesitas
trunkus dengan ekstremitas atas dan bawag yang kurus akibat atropi otot
memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
3. Elektrolit
Efek
minimal pada elektrolit serum.Kalau diberikan dalam kadar yang terlalu besar dapat menyebabkan retensi natrium
dan pembuangan kalium. Menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
4. Sistem kekebalan
Ada dua respon utama
sistem kekebalan; yang pertama adalah pembentukan antibody humoral oleh sel-sel
plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung pada
reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Glukokortikoid
mengganggu pembentukan antibody humoral dan menghabat pusat-pusat germinal
limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti gen.
Gangguan
respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini:
a. Proses pengenalan
antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag.
b. Induksi dan
proleferasi limfosit imunokompeten.
c. Produksi anti bodi.
d. Reaksi peradangan.
e. Menekan reaksi
hipersensitifitas lambat.
5. Sekresi lambung
a.
sekeresi asam lambubung dapat ditingkatkan.
b.
sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat meningkat.
c.
Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini
dapat mempermudah
terjadinya tukak.
6. Fungsi otak
Perubahan
psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan
oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi
singkat.
7. Eritropoesis
Involusi
jaringan limfosit, ransangan pelepasan neutrofil dan peningkatan eritropoiesis.Namun
secara klinis efek farmakologis yang
bermanfaat dari glukokortikoid adalah kemampuannya untuk menekan reaksi
peradangan. Dalam hal ini glukokortikoid:
Ø Dapat
menghambat hiperemia, ekstra vasasi sel, migrasi sel, dan permeabilitas
kapiler.
Ø Menghambat
pelapasan kiniin yang bersifat pasoaktif dan menkan fagositosis.
Ø Efeknya
pada sel mast; menghambat sintesis histamin dan menekan reaksi anafilaktik akut
yang berlandaskan hipersensitivitas yang
dperantarai anti bodi.
Ø Penekanan
peradangan sangat deperlukan, akan tetapi terdapat efek anti inflamasi yang
merugikan penderita. Pada infeksi akut tubuh mungkin tidak mampu melindungi
diri sebagai layaknya sementara menerima dosis farmakologik. (Sylvia A. Price; Patofisiologi, hal 1090-1091).
D. Jenis
– jenis Sindrom Cushing
Sindrom cushing dapat
dibagi dalam 2 jenis:
1) Tergantung
ACTH : Hiperfungsi korteks adrenal
mungkin dapat disebabkan oleh sekresi
ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan
oleh oleh Hervey Cushing pada tahun
1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing.
2) Tak
tergantung ACTH: Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu
terdapat bukti-bukti histologi hiperplasia
hipofisis kortikotrop, masih
tidak jelas apakah kikroadenoma maupum hiperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH
(Cortikotropin Realising hormone) oleh
neurohipotalamus. (Sylvia A. Price; Patofisiologi. hal 1091)
E. Manifestasi
Klinis
Manifestasi
klinik yang sering ditemukan pada pasien dengan sindrom cushing antaralain:
v Obesitas
sentral
v Gundukan lemak pd punggung
v Muka
bulat (moon face)
v Striae
v Berkurangnya
massa otot & kelemahan umum.
Tanda lain yg
ditemukan pd Syndrom cushing seperti:
Ø Atripi/
kelemahan otot sektermitas
Ø Hirsutisme
(kelebihan bulu pada wanita)
Ø Ammenorrhoe
Ø Impotens
Ø Osteoporosis
Ø Akne
Ø Edema
Ø Nyeri
kepala, mudah memar dan gg penyembuhan luka.
F. Pemeriksaan
Diagnostik
a. CT
scan à Untuk menunjukkan pembesaran adrenal pada kasus sindro cushing.
b. Photo
scanning
c. Pemeriksaan
adrenal mengharuskan pemberian kortisol radio aktif secara intravena
d. Pemeriksaan
elektro kardiografi à Untuk menentukan adanya hipertensi (endokrinologi edisi
hal 437)
e. Uji
supresi deksametason.Mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis
peyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipopisis atau adrenal.
f. Pengambilan
sampele darah.Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar
kortisol, plasma
g. Pengumpulan
urine 24 jam.Untuk memerikasa kadar 17 – hiroksikotikorsteroid serta 17 –
ketostoroid yang merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine.
G. Penatalaksanaan
a. Pengobatan
tergantung pada ACTH yg tidak seragam. Apakah sumber ACTH ad hipofis atau
ektopik
b. Jika
dijumpai tumor hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal.
c. Jika
terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka
sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis.
d. Kelebihan
kortisol juga dapat ditanggulangi dg adrenolektomi total dan diikuti pemberian
kortisol dosis fisiologik.
e. Bila
kelebihan kortisol disebabkan o/ neoplasma disusul kemoterapi pada penderita
dengan karsinoma/ terapi pembedahan.
f. Digunakan
obat dengan jenis metyropone, amino gluthemideo, p-ooo yang bisa mensekresikan
kortisol ( Patofisiologi Edisi 4 hal 1093 )
ASUHAN KEPERAWATAN
H. Pengkajian
1. Aktivitas/
istirahat . Gejala: Insomnia, sensitivitas, otot lemah, gg koordinasi,
kelelahan berat. Tandanya : atrofi otot.
2. Sirkulasi
. Gejala: Palpitasi, nyeri dada (angina). Tandanya: Distritnia, irama gallop,
mur-mur, takikardia saat istirahat.
3. Eliminasi.
Gejala: Urine dlm jumlah banyak, perubahan dlm feces: diare.
4. Itegritas
egoGejala : Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik..Tandanya :
Emosi letal, depresi.
5. Makanan
atau cairanGejala : Kehilangan berat badan yang mendadak, mual dan muntah.
6. NeorosensoriGejala
: Bicara cepat dan parau, gangguan status mental dan prilaku seperti binggung,
disorientasi, gelisa, peka rangsangan, delirium.
7. Pernafasan.Tandanya
: Frekuensi pernafasan meningkatan, takepnia dispnea.
8. Nyeri
atau kenyamananGejala : Nyeri orbital, fotobia.
9. KeamananGejala
: Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan tandanya suhu
meningkat diatas 37,40CC, retraksi, iritasi pada kunjungtiva dan berair.
10. Seksualitas.Tandanya
: Penurunan libido, hipomenoria, amenoria dan impoten.
I. Komplikasi
a. Krisis
addison
b. Efek
yang merugikan pd aktivitas korteks adrenal
c. Patah
tulang akibat osteoporosis
J. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Resiko
cedera dan infeksi b/d kelemahan dan perubahan metabolisme protein serta respon
inflamasi
2. Defisit
perawatan diri; kelemahan perasaan mudah lelah, atropi otot dan perubahan pola
tidur
3. Gg
integritas kulit b/d edema, gg kesembuhan dan kulit yg tipis serta rapuh
4. Gg
citra tubuh b/d perubahan penampilan fisik, gg fungsi seksual dan penurunan
tingkat aktivitas
5. Gg
proses berpikir b/d fluktuasi emosi, iritabilitas dan depresi.( Susanne C.
Smeltzer; Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, hal. 1330).
K. Perencanaan
& Implementasi
Tujuan : Tujuan utama
mencakup penurunan resiko cedera dan infeksi, peningkatan kemampuan untuk
melaksanakan kemampuan perawatan mandiri , perbaikan fungsi mental dan tidak
adanya komplikasi.
L. Intervensi
Keperawatan :
a. Pemantauan
dan penata laksanaan komplikasi potensial.Krisiss addison. Pasien sindrom
cushing yang gejalanya ditangani dengan cara menghentikan pemberian pemeberian
kortikoisteroid atau dengan adrenelektomi atau pengangkatan tumor hipofisis
akan beresiko mengalami hipofungasi
adrenal dan krisis addisonian. Jika fungsi hormon adrenal telah
tersupressi oleh kadara drenal yang tinggi dalam darah, maka atropi korteks
adrenal kemungkinan akan terjadi. Apabila kadar hormon tersebut menurun dengan
cepat akibat pembedahan atau penghentian terapi kortikosdteroid yang tiba-tiba,
manifestasi hipofungsi adrenal dan krisis addison dapat terjadi.Disamping itu,
penderita cushin sindrom yang mengalami
kejadian yang sangat menimbulkan
strees seperti trauma atar operasi darurat beresiko mengalami krisis addisonian
karena terdapatnya supressi jangka panjang korteks adrenal. Karena itu kondisi
penderita harus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi hipotensi , denyut nadi
yang lemah dan cepat, ppucat kelemahan yang ekstrim. Pasien tersebut meungkin
memerlukan pemberian infus cairan dan elektrolit serta terapi
kortikosteroid.Pasien yang mengalami trauma atau memerlukan operasi darurat
memerlukan kadar kortikosteroid tambahan sebelum, selama dan setelah terapi
atau operasi. Jika terjadi krisis addisonian pasien harus mendapat pengobatan
untuk mengatasi kolaps sirkulasi dan syok. Identifikasi faktor-faltor yang
dapat menybebkan krisis tersebut harus diupayakan.
b. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.Status cairan dan eletrolit dipantau dengan
mengukut berat badan pasien setip hari. Karena meningkatnya resikountuk
mengalami intoleransi glukosa dan hiperglikemia, maka pemantauan glukosa darah
harus dinilai setiap kenaikan kadar glukosa darah harus dimulai detiap kenaikan
dilaporkan kepada dokter sehingga terapi dapat diberikan jika diperlukan.
c. Menurunkan
risiko cedera dan infeksi.Lingkungan yang aman harus diciptakan untuk mencegah
kecelakaan seperti terjatuh, fraktur dan berbagai cedera lain pada tulang serta
jaringan lunak. Pasien yang sangat lemah mengkin memerlukan bantuan dan
mobilisasi untuk mencegah jatuh dan membentur pada tepi perabot yang
tajam.Pertemuan dengan pengunjung, staff atau pasie yang menderita infeksi
haarus dihindari. Penilaina kondisi pasien harus sering dilakukan untuk
mendeteksi tanda-tanda infeksi yang tidak jelas, mengingat efek anti inflamasi
dari kort ikosteroid dapat menyamarkan tanda-tanda umum infeksi dan inflamasi.
Makanan yang tinggi protein, kalsium dan vitamin D harus dianjurkan untuk
memperkecil kemungkinan pelisutan otot dan osteoporosis.Rujukan kepada ahli
diet dapat membantu pasien untuk memilih jenis-jenis makanan dan lalori.
d. Persiapan
mengahadapi praoperatif.Pasien dipersiapkan untuk menjalani adrenalektomi, jika
diperlukan, dan untuk perawatan pasca operasi, jika sindrom cushing merupakan
kosekuensi dari tumor hipofisis, tindakan hipofisektomi transfenoidalis dapat
dilakukan. Siabetes mellitus dan ulkus peptikum umumnya terjadi pada pasien
sindrom cushing, dengan demikian pelaksanaannya harus mencakup pemantauan kadar
glukosa darah serta pemeriksaan darah dalam feses, serta intervensi yang tepat.
e. Menganjurkan
istirahat dan aktivitas.Kelemahan, perasaan mudah lelah dan pelisutan otot akan menyulitkan penderita
sindrom cushing dalam melaksanakan aktivitas
yang normal, aktivitas yang ringan harus dianjurkan untuk mencegah
komplikasi akibat imobilisasi dan meningkatkan rasa percaya diri. Insomnia
sering turut menimbulkan rasa cepat lelah yang dikeluhkan pasien. Waltu
istirahat perlu direncanakan dan diatur
intervalnya sepanjang hari. Lingkungan yang tenang dan rileks untuk istirahat
tidur harus diupayakan.
f. Meningkatkan
perawatan kulit.Peningkatan perawatan kulit yang cermat untuk menghindari
trauma pada kulit pasien yang rapuh. Penggunaan plester perlu dihindari karena
dapat menimbulkan irirtasi kulit dan luka pad kulit yang rapuh ketika plaster
itu dilepas. Daerah tonjolan tulang dan kulitnya harus sering diperiksa dan
pasien danjurkan serta dibantu untuk mengubah posisi dehingga kerusakan kulit
dapat dicegah.
g. Memperbaiki
citra tubuh.Jika penyebab sindrom cushing dapat ditangani dengan baik,
perubahan fisik lain yang penting juga akan menghilang pada saatnya. Meskipun
demikian, akan sangat memmbagtu apabila pasien diberi penjelasan tentang dampak
yang ditimbulkan oleh perubahan tersebut terhadap konsep diri dan hubungannya
dengan orang lain. Kenaikan berat badan dan edema yang terlihat pada sindrom
cushing dapat dimodifikasi dengan diet rendah karbohidrat rendah natrium. Asupan protein yang tinggi
dapat mengurangi sebagian gejala lain yang mengganggu.
h. Memperbaiki
proses pikir.Penjelasan kepada pasien dan anggota keluarga mengenai penyabab
ketidak stabilan emosi amat penting dalam membantu mereka untuk mengatasi
fluktuasi emosi, irritabilitas serta depresi yang terjadi. Perilaku psikotik
dapat dapat dijumpai pada beberapa pasien dan harus dileporkan. Pasien dan
anggota keluarga perlu didorong utuk mengungkapkan perasaannya. (Susanne c.
smeltzer, buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner Suddart, Hal1331)
M. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1. Menurunkan
resiko cedera dan infeksi
a. Bebas
fraktur atau cedera jaringan lunak.
b. Bebas
daerah ekimosis.
c. Tidak
mengalami kenaikan suhu, kemerahan, rasa nyeri ataupun tanda-tanda lain infeksi
serta inflamasi.
2. Meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
a. Merencanakan
aktivitas perawatan dan latihan untuk memungkinkan periode istirahat.
b. Melaporkan
perbaikan perasaan sehat.
c. Bebas
komplikasi mobilitas.
3. Mencapai/mempertahankan
integritas kulit.
a. Memiliki
kulit yang utuh tanpa ada bukti adanya luka atau infeksi.
b. Menunjukkan
bukti berkurangnya edema pada ekstremitas dan badan.
c. Mengubah
posisi dengan sering dan memeriksa bagian kukit yang menonjol setiap hari.
4. Mencapai
perbaikan citra tubuh.
a. Mengutarakan
perasaan tentang perubahan penampilan, fungsi seksual dan tingkat aktivitas.
b. Mengungkapkan
kesadaran bahwa perubahan fisil merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid
yang berlebihan.
5. Memperlihatkan
perbaikan fungsi mental.
6. Tidak
adanya komplikasi.
a. Memperlihatkan
tanda-tanda vital serta berat badan yang normal serta bebas dari gejala krisis
sddisonian.
b. Mengidentifikasi
tanda-tanda dan gejala hipofungsi korteks adrenal yang harus dilaporkan dan
menyatakan tindakan yang akan diambil pada keadaan salit serta stress berat
c. Mengidentifikasi
strategi untuk memperkecil komlikasi sindrom cusing.
d. Mematuhi
anjuran untuk pemeriksaan tindakan lanjut.
(Susanne
c. smeltzer, buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner Suddart, Hal1331)
N. RENCANA
ASUHAN KEPERAWATAN (RENPRA)
1. Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan perubahan muskuloskeletal, integumen, dan seksual reproduksi.
intervensi:
a. Pertahankan
lingkungan kondusif untuk membicarakan proses perubahan citra tubuh
b. Diskusikan
perasaan yang berhubungan dengan perubahan yang dialami oleh pasien
c. Kaji
pasien dengan mengidentifikasi dan mengembangkan kekuatan personal serta
mekanisme koping untuk mengatasi masalah perubahan fisik
d. Berikan
informasi tentang kemungkinan dapat pulihnya gejala pada perubahan fisik.
e. Kaji
cara berpakaian untuk meningkatkan higiene personal, tindakan pemotongan bulu,
rambut, pakaian yang menarik
f. Hargai
keinginan pasien untuk privacy
g. Bersikap
sensitif terhadap kebutuhan.
h. Buat
waktu luang untuk setiap shift untuk
mendengarkan secara aktif dan dukungan emosi
i.
Konsulkan kepada ahli
keperawatan jiwa.
Hasil yang diharapkan/evaluasi
a. Membicarakan
perasaan tentang perubahan dalam penampilan
b. Mengungkapkan
pengetahuan bahwa gejala kekambuhan akan terjadi dengan pengobatan
c. Melakukan
higiene harian
d. Meningkatkan
penampilan melalui penggunaan kosmetik yang bijaksana dan pakaian yang sesuai.
2. Potensial
terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan respon imun
intervensi:
a. Pantau
suhu tubuh dan tanda dan atau gejala infeksi lainnya setiap 4 jam
b. Intruksikan
pasien berbalik, batuk dan nafas dalamsetiap 2 jam sementara tirah baring
c. Hindari
proses invsif yang tidak diperlukan (pemasangan kateter urine)
d. Gunakan
tekhinik sterilketika menangani semua lesi kulit, slang drain, atau sisi pungsi
intara vena
e. Lakukan
pemeriksaan kultur pada luka atau sekresiyang mencurigakan
f. Pertahan
kan status nutrisi yang adekuat
g. Hindari
penempatan pasien dalam ruangan dengan orang lain yang secara potensial dapat
menulari pasien.
h. Hindari
personil dengan ispa atau infeksi lain untuk memberikan perawartan pada klien,
pantau pengunjung terhadap tanda infeksi dan batasi sesuai kebutuhan , atau
ajarkan cara mencucitangan dan menggunakan masker sebelum berkunjung
Hasil yang
diharapkan
Ø Suhu
tubuh dalam batas normal; tidak terdapat infeksi pada integumen, pernafasan,
dan sistem ginjal.
3. Potensial
untuk terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan mudah rusaksnya
kapiler atau penipisan kulit
intervensi:
a. Kaji
terhada kemerahan atau kerusakanan kulit setiap 8 jam, bila pasien menjalanai
tirah baring kaji setiap 4 jam
b. Berikatan
perawatan kulit perawatan kulit pada titik tekanan setiap 4 jam sesuai
kebutuhan
c. Gunakakan
minyak atau solluision untuk air mandi, bilas dan keringkan dengan baik
d. Hindari
penggunaan sabun yang keras dan handuk yang kasar
e. Baringkan
pasien pada matras atau tempat anti
decubitus
f. Bantu
dan berikan dorongan pasien untuk
mengubah posisi dengan sering, ajarkan dan bantu pasien saaat melakukan rentang
gerak, ambulasi sesering mungkin, instruksikan klien untuk hindari duduk lebih
dari 1 jam.
Hasil yang diharapkan / rasional:
Kulit tetap ututh tanpa bukti-bukti
kemerahan.
4. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan muskuloskeletal karena peningkatan
katabolisme protein
intervensi :
a. Biarkan
pasien sesuai keiinginannya, gunakan pagar tempat tidur dan trapez diatas
kepala
b. Selingi
aktivitas dengan waktu istirahat untuk membantu peningkatan toleransi
c. Kaji
dan berikan bantuan untuk ambulasi (alat bantu jalan, tulang) sesuai kebutuhan
d. Antisipasi
kebutuhan akan bantuan dengan aktivitas sehari-hari, berpakaian, toileting,
memberikan makanan,memebrikan barang-barang, yang dibutuhkan dalam jangkauan
yang mudah untuk diraihuntuk mengurangi penggunaan energi
e. Batasi
aktivitas sampai tingkat toleransi pasien.
f. Hentikan
aktivitas pada saat pertama kali terlihat tanda intoleran, Takikardi, dyspnea,
kelelahan.
g. Beilan
dorongan untuk meningkatkan aktivitas sesuai toleransi, tetapi mencaribantuan
bila terjadi gejala intoleran.
Hasil yang
diharapkan/evaluasi:
Ø Meningkatkan
keiikut sertaan dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari.
Ø Melaporkan
berkurangnya perasaan kelemahan/ keletihan.
5. Perubahan
proses berfikir berhubungan dengan kelebihan sekresi kortisol
intervensi:
a. evaluasi
metode koping yang lalu dan saat ini.
b. Berikan
dorongan untuk membicarakan tentang perasaan kehilangan kontrol.
c. Diskusikan
reaksi yang melewati batas terhadap peristiwa dan metode untuk koping
selanjutnya.
d. Jelaskan
bahwa lonjatan alam perasaan tersebut dapat diatasi dengan pengobatan.
e. Ajarkan
dan bantu dalam melakukan teknik relaksasi.
f. Beikan
lingkungan yang tenang, stabil dan tanpa stress.
g. Konsisten
dengan waktu dan saat melaukuan aktivitas dan prosedur.
h. Batasi
pengunjung sesuai dengan kepentingan.
i.
Cegah situasi yang
dapat menyebabkan kemarahan emosisonal.
j.
Rencanakan perawatan
dengan pasien antisipasi kebutuhan.
k. Orientsikan
pasien pada lingkungan sesuai kebutuhan.
l.
Jelaskan prosedur
dengan lambat dan jelas, ulangi bila perlu.
Hasil yang
diharapkan/evaluasi:
Ø Pasien
sadar dan berorintasi
Ø Membicarakan
perasaan dengan mudah.
Ø Mengenali
respon yang tidak sesuai terhadap situasi dan mebicarakan rencana untuk
menagani respon tersebut.
6. Kelebihan
volume cairan sehubungan dengan sekresi kortisol yang berlebihan menyebakan
retensi air dan natrium
intervemsi:
a. pantau
terhadap nilai-nilai elektrolit setiap 4 jam sampai 8 jam dan laporkan temuan
abnormal pada dokter.
b. Pantau
madukan dan haluaran setiap 4 jam
c. Timbang
berat badan pasien setiap hari. Pada waktu yang sama, laporkan prningkatan
berat badan.
d. Hindari
masukan cairan yang berlebihan bila pasien mengalami hipernatremia.
e. Pantau
EKG terhadap abnormalitas yang berhubungan dengan ketidak seimbangan
elektrolit, biasanya hipernatremia dan hiper kalemia.
f. Pantau
tekanan darah , nadi dan bunyi nafas setiap 4 jam laporkan perubahan yang
signifikan dari nilai dasar pasien.
g. Kaji
area edema dependen.
h. Berikan
perawatan kulituntuk erea yang mengalami edema, balikkan dan ubah posisi setiap
2 jam.
i.
Pertahankan diet tinggi
protein, tinggi kalium, rendah natrium, mengurangi kalori.
Hasil yang diharapkan/evaluasi:
Ø Tanda-tanda
vital dan elektrolit dalam batas normal untuk pasien, masukan dan haluaran
seimbang, berat badan stabil dan dalam batas normal bagi pasien, tidak ada
bukti adanya edema.
7. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang proses penyakit,
pengobatan dan perawatan diri.
Intervensi:
a. Jelaskan
konsep dasar tentang penyakit .
b. Diskusikan
alasan terjadinya perubahan fisik dan emosional.
c. Diskusikan
dan berikan informasi tertulis tentang diiet rendah natrium.
d. Jelaskan
pentingnya mempertahankan lingkungan yang aman dan keseimbagan aktivitas dan
istirahat.
e. Ajarkan
nama obat-obatan , dosis, waktu dan cara pemberian, tujuan, efek samping dan
efek toksik.
f. Jelaskan
pelunya menghindari obat yang dijual bebas tanpa mengkonsultadikan dengan
dokter.
g. Tekankan
pentingnya melakukan perawatan rawat jalan berkelanjutan.
Hasil yang diharapkan/evaluasi:
Ø Pasien
orang terdekat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, perinsip
perawatan dirumah dan perawatan tindak lanjut, dan rencanakan terapi radiasi
atau operasi
DAFTAR
PUSTAKA
R.
Syamsuhidayat Buku Ajar Ilmu Bedah; EGC; Jakarta; 1997.
Sylvia
A. Price; Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit ; EGC; Jakarta;
1994
Susanne
C. Smeltzer; Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart; EGC; Jakarta; 1999.
Susan
Martin Tucker;Standar Perawatan Pasien;EGC; jakarta
Dorland,
W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Ed29. Jakarta: EGC
Gunawan
et,all. 2007. Farmakologi dan terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI
Guyton
et,all. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
Soedoyo,
et,all. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar